Welcome

Gue bersyukur jika isi Blog ini bisa memberikan manfaat buat kwan2 semua ..

Kamis, 29 April 2010

BENCANA: SEBUAH TEGURAN; Agar Kita Segera Kembali pada Syariah-Ny

Sepanjang tahun 2006 sampai awal tahun 2007, berbagai musibah dan bencana menimpa negeri ini datang susul-menyusul dan silih-berganti. Bencana banjir bandang terjadi sembilan kali sepanjang tahun 2006. Bencana itu melanda wilayah yang luas serta menimbulkan banyak korban dan kerugian. Sampai 2 Januari 2007 bencana banjir dan longsor telah terjadi sebanyak delapan kali. Bencana terbesar berupa gempa mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya pada 27 Mei 2006, lalu disusul bencana tsunami kecil di Pangandaran. Kasus luapan lumpur panas PT. Lapindo Brantas Inc. telah menenggelamkan beberapa desa di Porong, Sidoarjo dan sampai sekarang belum juga dapat dihentikan.

Kekeringan selama musim kemarau 2006 melanda beberapa wilayah. Akibatnya, berhektar-hektar tanaman padi puso dan mati. Ribuan hektar hutan dilalap api. Kabut asap menyelimuti sebagian wilayah, dan sebagian terpaksa diekspor ke negeri seberang. Namun, pembabatan hutan, pembalakan liar dan pengrusakan hutan lainnya terus saja terjadi.

Musibah pun terus melanda negeri ini. Data yang dikeluarkan Departemen Perhubungan menyebutkan, selama tahun 2006 terjadi 76 kasus kecelakaan kereta api; 46 kasus insiden kecelakaan pesawat, mulai dari pesawat yang pecah ban hingga tergelincir atau yang nyasar ke bandara bukan tujuan. Tak ketinggalan, sepanjang tahun 2006 terjadi 125 kasus kecelakaan pelayaran. Mengawali tahun ini, 1 Januari lalu pesawat Adam Air rute Jakarta-Surabaya-Manado yang mengangkut 96 penumpang ditambah awak pesawat dilaporkan hilang dan belum ditemukan. Sementara itu, KM Senopati Nusantara tenggelam di sekitar pulau Mandalika, Jepara, dengan mengangkut sedikitnya 628 orang. Hingga saat ini masih lebih dari 400 orang dinyatakan hilang.

Sementara itu, wabah flu burung terus menghantui. Kasus gizi buruk dan busung lapar juga masih belum teratasi. Salah satu penyebab utamanya adalah masalah kemiskinan. Menurut data BPS, jumlah orang miskin di Indonesia justru membengkak menjadi 39,05 juta orang. Bahkan, menurut Bank Dunia, dengan standar pendapatan kurang dari 2 US$/hari per orang, jumlah orang miskin lebih dari 110 juta orang.

Dua Jenis Bencana/Musibah

Bencana (musibah) itu tidak lepas dari: Pertama, yang termasuk bagian dari qadha’ (ketetapan) Allah, sebagai sunatullah. Tsunami, gempa, gunung meletus dan bencana lainnya merupakan sunatullah yang terjadi atas qudrah dan irâdah Allah. Semua jenis musibah (bencana) ini berada di luar kuasa manusia. Terhadap hal ini, kita harus mengimani bahwa semua itu adalah berasal dari ketetapan Allah; baik dan buruknya semuanya berasal Allah. Hendaknya kita semakin menyadari betapa lemah dan tidak berdayanya kita sebagai manusia di hadapan-Nya. Dengan itu, seharusnya kita terdorong untuk lebih menyandarkan diri dan mendekatkan diri kepada-Nya. Allah SWT berfirman:

Katakanlah, "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami dan hanya kepada Allah-lah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (QS at-Taubah [9]: 51).

Tidak ada sikap lain, selain kita harus menghadapi semua itu dengan sabar sembari terus berdoa agar bencana dan musibah itu segera berlalu. Sebab, semua itu tidak lain adalah ujian bagi kita agar kita semakin bertakwa. Allah SWT berfirman:

Sungguh, Kami pasti akan menimpakan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, serta kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Inna lillâhi wa innâ ilayhi râji‘ûn." Mereka itulah orang-orang yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka; mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS al-Baqarah [2]: 155-157).

Sikap sabar dan ridha akan melahirkan cara pandang positif pada diri kita terhadap semua musibah itu. Dengan begitu, dalam hal musibah yang berada di luar kuasa manusia itu, kita tidak boleh terjebak untuk saling salah-menyalahkan. Kita akan lebih fokus untuk bisa mengambil pelajaran dan mengadakan upaya pembelajaran guna mengantisipasi kemungkinan bencana sejenis pada masa yang akan datang. Kita juga akan bisa lebih fokus untuk merespon bencana dan meminimalisasi dampak buruknya. Sikap demikian akan bisa kita kedepankan jika kita sabar dan ridha terhadap bencana sejenis itu.

Kedua, yang berada di dalam kuasa manusia. Contohnya adalah bencana banjir (longsor) akibat banyaknya hutan ditebang secara liar, kemiskinan atau kelaparan karena buruknya sistem distribusi kekayaan, dan sebagainya. Terhadap bencana seperti ini, penyikapannya akan sangat dipengaruhi oleh cara pandang, prinsip dan ideologi yang dianut. Sikap Pemerintah yang lamban merespon bencana dan terlihat baru bertindak sibuk ketika dikritik tentu tidak lepas dari pengaruh prinsip politik yang dianut, yang hanya berorientasi pada kursi dan kelangsungan kekuasaannya. Juga karena dampak Liberalisasi, yang antara lain menyebabkan dipindahkannya tanggungjawab pemerintah kepada masyarakat.

Sebuah Teguran

Selain ada yang memang merupakan bagian dari qadhâ' (ketatapan) Allah SWT, sesungguhnya banyak musibah yang melanda negeri ini lebih merupakan akibat dari ulah dan tindakan manusia. Banyak musibah (bencana) terjadi karena faktor sistem (aturan) buruk yang diterapkan oleh manusia, juga akibat perilaku manusia yang merusak. Allah SWT mengisyaratkan hal itu dalam firman-Nya:

Musibah apa saja yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri. (QS asy-Syura [42]: 30).

Banyak musibah yang terjadi tidak lain karena manusia salah memilih sistem, disamping akibat perilaku buruk dan merusak yang ditunjukkan oleh manusia. Terganggunya keseimbangan alam yang bisa menimbulkan bencana merupakan sunatullah yang sudah sama-sama diketahui bersama. Namun, karena kerakusan manusia, hal itu sering dilanggar dan diabaikan. Pembabatan dan perusakan hutan akan mengundang datangnya berbagai bencana. Sumber-sumber air pun mengering. Bencana kekeringan lalu datang atau sebaliknya, bencana banjir dan longsor akan menghadang. Hal itu diperparah dengan pengkaplingan hutan dan penguasaaan hutan oleh pihak swasta. Ini menyalahi ketentuan Allah tentang pemilikan umum atas hutan dan sejenisnya.

Masalah kemiskinan, musibah busung lapar dan gizi buruk terjadi lebih karena distribusi kekayaan yang buruk di tengah-tengah masyarakat. Padahal, Indonesia ini sangat kaya raya. Jika bukan karena kesalahan dalam mengelola kekayaan ini tidak mungkin terjadi kemiskinan, apalagi kelaparan. Kesalahan itu terletak pada dipilihnya sistem ekonomi kapitalis untuk mengatur kekayaan negeri ini.

Buruknya sarana transportasi dan pelayanan masyarakat lainnya, di antaranya juga akibat “miskin”-nya Pemerintah untuk bisa mendanai pembangunan infrastruktur transportasi dan berbagai pelayanan lainnya. Semua itu juga akibat sistem ekonomi kapitalis yang menyebabkan Pemerintah kehilangan banyak sumber dana bagi pembangunan dan pelayanan publik. Mengapa? Karena, kekayaan alam negeri ini telah melayang ke tangan-tangan swasta, baik domestik maupun asing. Semua itu akibat ditinggalkannya sistem ekonomi Islam yang telah ditentukan oleh Allah.

Buruknya pengelolaan negeri ini juga sangat dipengaruhi oleh sistem dan paradigma politik ala kapitalis yang dianut di negeri ini. Politik ini lebih banyak bekutat pada upaya mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan dan lebih mementingkan kepentingan sendiri, akibat ditinggalkannya sistem dan paradigma politik Islam yang tak lain untuk mengatur dan memelihara berbagai urusan dan kepentinagn rakyat secara menyeluruh.

Masih banyak musibah lain yang muaranya adalah karena kesalahan dalam memilih sistem di samping karena sikap dan tindakan buruk manusianya. Semua itu merupakan teguran dari Allah agar kita segera kembali ke jalan-Nya, kembali pada semua ketentuan-Nya. Allah SWT telah mengingatkan kita:

Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS ar-Rum [30]: 41).

Berbagai musibah itu barulah sebagian dari akibat sikap dan tindakan manusia yang merusak. Allah memperlihatkannya agar manusia kembali ke jalan yang benar, yaitu kembali pada ketentuan dan syariah-Nya. Belum cukupkah bencana dan musibah yang ada agar membuat kita sadar dan kembali ke jalan yang benar? Masihkah kita perlu bencana dan musibah yang lebih besar lagi agar kita segera mengambil dan menerapkan ketentuan dan syariah Allah?

Wahai Kaum Muslim:

Telah terbukti bahwa sistem yang buruk, yaitu sistem Kapitalisme-sekular, yang diterapkan di negeri ini, juga pemimpin yang tidak amanah dan lemahnya moralitas individu adalah pangkal berbagai musibah dan persoalan di negeri ini. Jika kita ingin keluar dari semua itu, saatnya kita memilih dan menerapkan sistem yang benar, yaitu sistem Islam. Kita juga harus memilih pemimpin yang amanah, yang tunduk pada sistem Islam itu. Allah telah mengingatkan kita:

Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (Q.s. al-An’am [06]: 44)

Apakah berbagai musibah ini merupakan adzab dari Allah, setelah semua kenikmatan yang diberikan kepada negeri dan penduduknya ini begitu melimpah, namun ternyata tetap tidak membuat penduduk negeri ini mengingat-Nya? Ataukah hanya teguran agar kita segera sadar dan kembali ke jalan-Nya? Atau ujian agar keimanan kita kepada-Nya dan seluruh syariah-Nya semakin meningkat? Wallâh a‘lam bi ash-shawâb.

WAYANG KULIT, MAHAKARYA SENI PERTUNJUKAN JAWA

Malam di Yogyakarta akan terasa hidup jika anda melewatkannya dengan melihat wayang kulit. Irama gamelan yang rancak berpadu dengan suara merdu para sinden takkan membiarkan anda jatuh dalam kantuk. Cerita yang dibawakan sang dalang akan membawa anda larut seolah ikut masuk menjadi salah satu tokoh dalam kisah yang dibawakan. Anda pun dengan segera akan menyadari betapa agungnya budaya Jawa di masa lalu.

Wayang kulit adalah seni pertunjukan yang telah berusia lebih dari setengah milenium. Kemunculannya memiliki cerita tersendiri, terkait dengan masuknya Islam Jawa. Salah satu anggota Wali Songo menciptakannya dengan mengadopsi Wayang Beber yang berkembang pada masa kejayaan Hindu-Budha. Adopsi itu dilakukan karena wayang terlanjur lekat dengan orang Jawa sehingga menjadi media yang tepat untuk dakwah menyebarkan Islam, sementara agama Islam melarang bentuk seni rupa. Alhasil, diciptakan wayang kulit dimana orang hanya bisa melihat bayangan.

Pagelaran wayang kulit dimainkan oleh seorang yang kiranya bisa disebut penghibur publik terhebat di dunia. Bagaimana tidak, selama semalam suntuk, sang dalang memainkan seluruh karakter aktor wayang kulit yang merupakan orang-orangan berbahan kulit kerbau dengan dihias motif hasil kerajinan tatah sungging (ukir kulit). Ia harus mengubah karakter suara, berganti intonasi, mengeluarkan guyonan dan bahkan menyanyi. Untuk menghidupkan suasana, dalang dibantu oleh musisi yang memainkan gamelan dan para sinden yang menyanyikan lagu-lagu Jawa.

Tokoh-tokoh dalam wayang keseluruhannya berjumlah ratusan. Orang-orangan yang sedang tak dimainkan diletakkan dalam batang pisang yang ada di dekat sang dalang. Saat dimainkan, orang-orangan akan tampak sebagai bayangan di layar putih yang ada di depan sang dalang. Bayangan itu bisa tercipta karena setiap pertunjukan wayang memakai lampu minyak sebagai pencahayaan yang membantu pemantulan orang-orangan yang sedang dimainkan.

Setiap pagelaran wayang menghadirkan kisah atau lakon yang berbeda. Ragam lakon terbagi menjadi 4 kategori yaitu lakon pakem, lakon carangan, lakon gubahan dan lakon karangan. Lakon pakem memiliki cerita yang seluruhnya bersumber pada perpustakaan wayang sedangkan pada lakon carangan hanya garis besarnya saja yang bersumber pada perpustakaan wayang. Lakon gubahan tidak bersumber pada cerita pewayangan tetapi memakai tempat-tempat yang sesuai pada perpustakaan wayang, sedangkan lakon karangan sepenuhnya bersifat lepas.

Cerita wayang bersumber pada beberapa kitab tua misalnya Ramayana, Mahabharata, Pustaka Raja Purwa dan Purwakanda. Kini, juga terdapat buku-buku yang memuat lakon gubahan dan karangan yang selama ratusan tahun telah disukai masyarakat Abimanyu kerem, Doraweca, Suryatmaja Maling dan sebagainya. Diantara semua kitab tua yang dipakai, Kitab Purwakanda adalah yang paling sering digunakan oleh dalang-dalang dari Kraton Yogyakarta. Pagelaran wayang kulit dimulai ketika sang dalang telah mengeluarkan gunungan. Sebuah pagelaran wayang semalam suntuk gaya Yogyakarta dibagi dalam 3 babak yang memiliki 7 jejeran (adegan) dan 7 adegan perang. Babak pertama, disebut pathet lasem, memiliki 3 jejeran dan 2 adegan perang yang diiringi gending-gending pathet lasem. Pathet Sanga yang menjadi babak kedua memiliki 2 jejeran dan 2 adegan perang, sementara Pathet Manura yang menjadi babak ketiga mempunyai 2 jejeran dan 3 adegan perang. Salah satu bagian yang paling dinanti banyak orang pada setiap pagelaran wayang adalah gara-gara yang menyajikan guyonan-guyonan khas Jawa.

Sasono Hinggil yang terletak di utara alun-Alun Selatan adalah tempat yang paling sering menggelar acara pementasan wayang semalam suntuk, biasanya diadakan setiap minggu kedua dan keempat mulai pukul 21.00 WIB. Tempat lainnya adalah Bangsal Sri Maganti yang terletak di Kraton Yogyakarta. Wayang Kulit di bangsal tersebut dipentaskan selama 2 jam mulai pukul 10.00 WIB setiap hari Sabtu dengan tiket Rp 5.000,00.

HUTANKU SAYANG HUTANGKU MALANG

Hutan tidak saja menciptakan kestabilan lingkungan, tetapi juga memberikan kehidupan bagi mahluk hidup. Hutan adalah paru-paru dunia. "Degup jantungnya" mensterilkan udara, "tubuhnya" sangat bermanfaat untuk banyak keperluan manusia dan mahluk hidup lainnya. Begitu vital keberadaan hutan bagi masyarakat luas, hingga para penghuni bumi yang peduli dengan lingkungan berupaya keras menjaga kesinambungan dan kelestarian hutan. Malangnya, upaya itu khususnya di Indonesia sia-sia. Segelintir orang yang hanya mementingkan kekayaan sendiri atau kelompoknya, dengan rakus memporakporandakan hutan. Sebagian lagi, entah sadar atau tidak, membumihanguskan hutan. Akibatnya, sekitar 50 juta hektar hutan Indonesia terdegradasi. Sayangnya, setelah mengalami "kehancuran" total dengan luas yang "Menakjubkan" itu, pemimpin Indonesia baru sadar. Sadar untuk mengembalikan hijaunya hutan perlu waktu 25 tahun dan dana yang sangat besar. Untuk rehabilitasi lahan hutan seluas 2 juta hektar diperlukan dana sekitar Rp 8 Triliun. "Indonesia memerlukan waktu sekitar 25 tahun untuk merehabilitasi hutan yang telah terdegradasi dan luasnya mencapai sekitar 50 juta hektar," kata Menteri Kehutanan MS Kaban saat memberi kuliah umum di Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Bahkan Menteri Kehutanan pun menyadari untuk mengembalikan fungsi hutan dan lahan yang dilakukan melalui program reboisasi tidak sesederhana yang dibayangkan. Reformasi yang terjadi masih sebatas pada level peraturan, belum menyentuh pada aspek budaya, sistem desentralisasi yang ada belum sepenuhnya berjalan efektif. Buktinya, enam propinsi angkat tangan untuk mendukung ambisi pemerintah pusat menyelesaikan rehabilitasi hutan seluas lima juta hektar hingga tahun 2009. Alasannya, waktu yang pendek untuk mencapai target, rumitnya prosedur dan kekhawatiran tersandung hukum. Nah, ini harus disikapi serius oleh pemerintah. Pemerintah harus mampu menekankan kepada pejabat daerah untuk memperbaiki hutan, bukan hanya memberikan izin menebangi hutan. Bila ada pejabat daerah yang menolak, perlu diselidiki. Kalau tetap menolak, sebaiknya diganti. Sekali lagi, hutan sangat dibutuhkan. Bagaimana kehidupan generasi penerus tanpa hutan? Jadi, jangan ditunggu lagi. Ayo hidupkan hutan dengan niat tulus dan kerja ikhlas. Seikhlas hutan memberikan kehidupan kepada kita, umat manusia. Medan, 21-09-2007 Abdi Marbun

Selamatkan Hutanku, Hutanmu, Hutan kita

HUTAN GUNDUL--Beginilah pemandangan hutan di Kabupaten Belu yang habis terbakar. Bila ini dibiarkan terus, maka suatu saat Kabupaten Belu akan kehabisan hutan

SEBUAH papan bercat hijau, tulisan putih huruf kapital di tengahnya, "KENDALIKAN API, LESTARIKAN HUTAN KITA" jelas terbaca. Di sudut kanan papan itu tertulis, Dinas Kehutanan Belu 2008 dengan tulisan biasa agak kecil. Ditempatkan di lokasi sangat strategis. Di tepi jalan umum jurusan Atambua, Ibu kota Kabupaten Belu ke arah Atapupu, tepatnya di kilometer 17.

Warga yang melintas di jalan itu tentu sangat jelas membaca tulisan ini. Hanya dengan memalingkan pandangan ke kanan jalan (dari arah Atambua), kita sudah bisa membacanya. Sepanjang jalan jurusan ini memang terdapat puluhan peringatan yang tertulis pada papan yang ditancapkan di sisi kiri dan kanan jalan. Inti pesannya, mengajak masyarakat menyelamatkan hutan lindung di wilayah ini.

Namun, dari semua tulisan yang terpasang sepanjang jalan ini, tulisan "Kendalikan Api Lestarikan Hutan Kita" cukup menarik perhatian. Papan tulisan itu ditempatkan di lokasi yang sangat kontras. Pada tebing di belakang papan tulisan itu, tampak tanah tandus, sebagian pohon terbakar api. Rumpun pohon bambu yang berdiri berderet-deret tampak daunnya berwarna kekuning-kuningan. Tak ada daun bambu berwarna hijau lagi. Layu dan keriput batang bambu terkena sengatan api. Tidak ada pohon pengganti yang ditanam di areal tanah yang tandus.

Semuanya hangus terbakar api. Inilah gambaran sekilas kawasan hutan lindung jurusan Atambua-Atapupu yang dulunya begitu lebat, kini 'hilang' karena dibabat dan dibakar oknum tak bertanggung jawab. Hutan alamiah yang menjadi lokasi tangkapan air hujan kini tak berbekas. Tanah tandus, kering kerontang. Warga dengan sadar dan mau, membabat hutan ini untuk kepentingan lahan pertanian. Kawasan hutan lindung di kilometer 7 jurusan Atapupu ini hanya satu dari ribuan hektar hutan yang ada di Belu yang sudah dibabat habis. Upaya penyelamatan kawasan hutan rupanya masih jauh dari harapan.

Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Belu, Ir. Tisera Antonius mengatakan, pihaknya telah berusaha menyelamatkan kawasan hutan dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat. Namun, kegiatan tebas, bakar tetap menjadi agenda rutin setiap tahun di Belu.

Antonius menuturkan, secara keseluruhan luas kawasan hutan di Belu mencapai 69.401 hektar. Dari keseluruhan luas hutan itu, seluas 3.200 hektar kondisinya "tidak sehat" alias dibabat untuk pembukaan areal pertanian. Hutan yang dibabat terutama di kawasan konservasi dan hutan lindung. Dinas kehutanan Belu kini tengah berupaya untuk merehabilitasinya dengan menggalakkan program gerakan rehabilitasi hutan (gerhan) dan gerakkan hutan keluarga.

Antonius merincikan, secara umum kawasan hutan di Kabupaten Belu seluas 69.401 hektar itu, hutan konservasi seluas 13.231 hektar yang merupakan kawasan di bawah pengawasan Balai SDA NTT, dan hutan lindung seluas 51.841 hektar dibawah pengawasan Dinas Kehutanan Belu, termasuk hutan produksi seluas 4.329 hektar. Dari luas areal hutan ini, sekitar 28 persen atau 3.200 hektar tidak sehat karena mengalami pengrusakkan yang diakibatkan oleh ulah perambah hutan. "Sebenarnya kawasan hutan di Belu ini rata-rata masih potensial tetapi ulah dari oknum-oknum tertentu menyebabkan ada sebagian kawasan konservasi dan hutan lindung rusak. Oknum-oknum ini melakukan perambahan untuk membuka ladang baru karena mereka berpikir di kawasan ini tanahnya sangat subur. Kita sudah berupaya menghentikan kegiatan perambahan ini tetapi mental oknum-oknum masyarakat ini memang sulit mengerti," jelasnya.

Terhadap kawasan yang tidak sehat lagi ini, Antonius menyampaikan kalau kini sudah ada upaya dari Dishut untuk melakukan peremajaan dengan program gerhan. Upaya ini justru mendapat dukungan dari pemerintah pusat dan Pemkab Belu dalam bentuk dana rehabilitasi. Dana itu diarahkan untuk pengadaan bibit untuk disalurkan kepada para petani yang membutuhkan.

"Kita coba lakukan pendekatan dengan berbagai cara agar hutan yang sudah gundul bisa diremajakan kembali. Kita coba siapkan bibit kita droping ke pemilik lahan lalu mereka tanam dan rawat sendiri. Selain itu, kita juga berikan bimbingan teknis kepada petani agar mereka rawat secara baik bibit tanaman yang kita distribusikan sehingga ada timbal balik keuntungan," tambahnya.

Terlepas dari upaya Dinas Kehutanan Belu dengan caranya, tetapi faktanya, hutan di Belu sudah rusak parah. Layaknya manusia, tubuhnya sudah mengalami penyakit yang sangat kronis. Membutuhkan biaya yang cukup dan pemeliharaan yang telaten. Dishut tidaklah cukup dengan sebatas omong-omong, tetapi harus ada tindakan nyata dengan sumpah adat. Dengan begitu, membatasi ruang gerak oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan. Hutan kita harus segera diselamatkan, kalau mau generasi berikutnya tidak mengalami akibatnya. Gerakkan penyelamatan hutan mutlak dilakukan. Siapa yang berani memulainya?