Welcome

Gue bersyukur jika isi Blog ini bisa memberikan manfaat buat kwan2 semua ..

Jumat, 16 Maret 2012

Mengapa Kita Harus Menulis?

Ketika penulis ingin mengkaji beberapa tulisan yang dihasilkan dari pikiran, penulis bertanya, seberapa jauh sih pentingnya dari arti sebuah tulisan? Kemudian kenapa dan buat apa kita menulis?

Ada sedikit yang menarik menjawab pertanyaan tersebut. Dari sebuah pengalaman beberapa mahasiswa dan dosen yang pernah kuliah di negeri Paman Sam, di kalangan perguruan tinggi di sana ada dua pameo yang diyakini benar, yaitu publish or perish (publikasikan atau minggirlah) dan All scientist are the same, until one of them writes a book (semua ilmuwan adalah sama, sampai satu di antara mereka menulis buku) (Wishnubroto Widarso, 1997).

Maka kedua motto ini mengisyaratkan bahwa warga perguruan tinggi semestinya akrab dengan hal-ikhwal yang berkaitan dengan tulis-menulis, baik hendak dijadikan sebagai sumber pengetahuan ataupun sebagai prestasi. Sejauh ini, banyak pula mahasiswa yang sangat produktif menulis dan mempunyai kualitas tulisan yang amat bagus. Bahkan menulis dalam bentuk buku pun sudah sering dilakukan. Dari itu, mungkin tak heran bila terkadang ada mahasiswa di lingkungan kampus lebih dikenal masyarakat daripada mahasiswa lainnya atau pengajar yang hanya mengandalkan ruang kelas semata.

Tetapi kadang muncul permasalahan yang kerap menjadi batu sandungan bagi seorang penulis. Yaitu bentuk apresiasi terhadap mahasiswa yang aktif menulis di media massa, tak ada sedikit pun penghargaan dari kampus, bahkan kampus sifatnya lebih acuh. Kurangnya penghargaan terhadap penulis mungkin sudah menjadi hal biasa dalam masyarakat kita.

Tidak hanya di lingkungan kampus, tetapi dalam skala luas, negara, juga kurang memperhatikan para penulis yang ada di bumi pertiwi ini. Penulis besar sekelas Pramodya Ananta Toer, lebih banyak mendapat sanjungan dan penghargaan dari luar negeri daripada di negerinya sendiri. Perlu ditekankan, yakni bagi seorang penulis, penghargaan dalam bentuk apapun memang bukanlah hal yang paling utama. Mungkin kita perlu belajar dari sikap Jean Paul Sartre. Pasalnya, tokoh filsuf eksistensialis ini menolak segala penghargaan yang bakal diberikan pada dirinya meski ia telah melahirkan banyak karya yang mengagumkan.

Bagi yang mempunyai keinginan seorang penulis atau yang sering menulis tetapi belum pernah dimuat di media massa. Kini saatnya, bergegaslah untuk menulis terus-menerus dan tak ada lampu merah yang memberhentikan untuk menghasilkan tulisan. Tuangkan segala yang ada dalam benak dan kepala dalam tulisan. Tak perlu berdalih “aku tidak bisa”. Semuanya pasti bisa, jika ada kemauan dan keberanian untuk mencoba. Bukankah kegagalan dalam bereksperimentasi hal yang baik tidak berdosa?

Memang, begitu banyak orang mengatakan ingin menulis. Begitu banyak pula alasan yang mereka berikan untuk menjawab mengapa belum juga menulis. “Saya mesti menunggu mood kalau mau menulis” (ini dalih paling populer). “Saya terlalu sibuk, tidak punya waktu” (ini dalih khas dunia modern). “Saya tidak punya komputer/laptop. Masa sih saya harus mengetik di rental yang panas?” Sebetulnya, Tak ada alasan untuk tidak menulis.

Lakukan langkah seperti Pater Bolsius, SJ yang mengatakan, “if you don’t read, you don’t write” (kalau engkau tidak punya kebiasan membaca, engkau tidak bisa menulis). Seperti juga yang diungkapkan Robert Pinckret,  dalam bukunya The Truth About English, “writing is thinking. If you can’t think you can’t write. Learning to think” (menulis adalah berpikir. Kalau Anda tak bisa berpikir, Anda tak bisa menulis. Belajar menulis berarti belajar berpikir).

           Menulis adalah suatu kegiatan yang amat mulia. Dengan menulis, mungkin dapat dibaca oleh anak cucu kita bila kita meninggal kelak. Tetapi apa yang kita ucapkan dengan lisan, mungkin akan sirna dan lekang seiring dengan perkembangan zaman. Benar nasehat Pramoedya, dan bila umurmu tak sepanjang umur dunia, maka sambunglah dengan tulisan. Dengan begitu, menulis dapat memberikan kehidupan abadi. Dan tak kalah pentingnya, bahwa menulis dapat menampakkan diri kita, bahwa kita benar-benar ada, benar-benar hidup. “Aku menulis, maka aku ada”.