Sepanjang tahun 2006 sampai awal tahun 2007, berbagai musibah dan bencana menimpa negeri ini datang susul-menyusul dan silih-berganti. Bencana banjir bandang terjadi sembilan kali sepanjang tahun 2006. Bencana itu melanda wilayah yang luas serta menimbulkan banyak korban dan kerugian. Sampai 2 Januari 2007 bencana banjir dan longsor telah terjadi sebanyak delapan kali. Bencana terbesar berupa gempa mengguncang
Kekeringan selama musim kemarau 2006 melanda beberapa wilayah. Akibatnya, berhektar-hektar tanaman padi puso dan mati. Ribuan hektar hutan dilalap api. Kabut asap menyelimuti sebagian wilayah, dan sebagian terpaksa diekspor ke negeri seberang. Namun, pembabatan hutan, pembalakan liar dan pengrusakan hutan lainnya terus saja terjadi.
Musibah pun terus melanda negeri ini. Data yang dikeluarkan Departemen Perhubungan menyebutkan, selama tahun 2006 terjadi 76 kasus kecelakaan kereta api; 46 kasus insiden kecelakaan pesawat, mulai dari pesawat yang pecah ban hingga tergelincir atau yang nyasar ke bandara bukan tujuan. Tak ketinggalan, sepanjang tahun 2006 terjadi 125 kasus kecelakaan pelayaran. Mengawali tahun ini, 1 Januari lalu pesawat Adam Air rute Jakarta-Surabaya-Manado yang mengangkut 96 penumpang ditambah awak pesawat dilaporkan hilang dan belum ditemukan. Sementara itu, KM Senopati Nusantara tenggelam di sekitar pulau Mandalika, Jepara, dengan mengangkut sedikitnya 628 orang. Hingga saat ini masih lebih dari 400 orang dinyatakan hilang.
Sementara itu, wabah flu burung terus menghantui. Kasus gizi buruk dan busung lapar juga masih belum teratasi. Salah satu penyebab utamanya adalah masalah kemiskinan. Menurut data BPS, jumlah orang miskin di
Dua Jenis Bencana/Musibah
Bencana (musibah) itu tidak lepas dari: Pertama, yang termasuk bagian dari qadha’ (ketetapan) Allah, sebagai sunatullah. Tsunami, gempa, gunung meletus dan bencana lainnya merupakan sunatullah yang terjadi atas qudrah dan irâdah Allah. Semua jenis musibah (bencana) ini berada di luar kuasa manusia. Terhadap hal ini, kita harus mengimani bahwa semua itu adalah berasal dari ketetapan Allah; baik dan buruknya semuanya berasal Allah. Hendaknya kita semakin menyadari betapa lemah dan tidak berdayanya kita sebagai manusia di hadapan-Nya. Dengan itu, seharusnya kita terdorong untuk lebih menyandarkan diri dan mendekatkan diri kepada-Nya. Allah SWT berfirman:
Katakanlah, "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami dan hanya kepada Allah-lah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (QS at-Taubah [9]: 51).
Tidak ada sikap lain, selain kita harus menghadapi semua itu dengan sabar sembari terus berdoa agar bencana dan musibah itu segera berlalu. Sebab, semua itu tidak lain adalah ujian bagi kita agar kita semakin bertakwa. Allah SWT berfirman:
Sungguh, Kami pasti akan menimpakan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, serta kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Inna lillâhi wa innâ ilayhi râji‘ûn." Mereka itulah orang-orang yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka; mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS al-Baqarah [2]: 155-157).
Sikap sabar dan ridha akan melahirkan cara pandang positif pada diri kita terhadap semua musibah itu. Dengan begitu, dalam hal musibah yang berada di luar kuasa manusia itu, kita tidak boleh terjebak untuk saling salah-menyalahkan. Kita akan lebih fokus untuk bisa mengambil pelajaran dan mengadakan upaya pembelajaran guna mengantisipasi kemungkinan bencana sejenis pada masa yang akan datang. Kita juga akan bisa lebih fokus untuk merespon bencana dan meminimalisasi dampak buruknya. Sikap demikian akan bisa kita kedepankan jika kita sabar dan ridha terhadap bencana sejenis itu.
Kedua, yang berada di dalam kuasa manusia. Contohnya adalah bencana banjir (longsor) akibat banyaknya hutan ditebang secara liar, kemiskinan atau kelaparan karena buruknya sistem distribusi kekayaan, dan sebagainya. Terhadap bencana seperti ini, penyikapannya akan sangat dipengaruhi oleh cara pandang, prinsip dan ideologi yang dianut. Sikap Pemerintah yang lamban merespon bencana dan terlihat baru bertindak sibuk ketika dikritik tentu tidak lepas dari pengaruh prinsip politik yang dianut, yang hanya berorientasi pada kursi dan kelangsungan kekuasaannya. Juga karena dampak Liberalisasi, yang antara lain menyebabkan dipindahkannya tanggungjawab pemerintah kepada masyarakat.
Sebuah Teguran
Selain ada yang memang merupakan bagian dari qadhâ' (ketatapan) Allah SWT, sesungguhnya banyak musibah yang melanda negeri ini lebih merupakan akibat dari ulah dan tindakan manusia. Banyak musibah (bencana) terjadi karena faktor sistem (aturan) buruk yang diterapkan oleh manusia, juga akibat perilaku manusia yang merusak. Allah SWT mengisyaratkan hal itu dalam firman-Nya:
Musibah apa saja yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri. (QS asy-Syura [42]: 30).
Banyak musibah yang terjadi tidak lain karena manusia salah memilih sistem, disamping akibat perilaku buruk dan merusak yang ditunjukkan oleh manusia. Terganggunya keseimbangan alam yang bisa menimbulkan bencana merupakan sunatullah yang sudah sama-sama diketahui bersama. Namun, karena kerakusan manusia, hal itu sering dilanggar dan diabaikan. Pembabatan dan perusakan hutan akan mengundang datangnya berbagai bencana. Sumber-sumber air pun mengering. Bencana kekeringan lalu datang atau sebaliknya, bencana banjir dan longsor akan menghadang. Hal itu diperparah dengan pengkaplingan hutan dan penguasaaan hutan oleh pihak swasta. Ini menyalahi ketentuan Allah tentang pemilikan umum atas hutan dan sejenisnya.
Masalah kemiskinan, musibah busung lapar dan gizi buruk terjadi lebih karena distribusi kekayaan yang buruk di tengah-tengah masyarakat.
Buruknya sarana transportasi dan pelayanan masyarakat lainnya, di antaranya juga akibat “miskin”-nya Pemerintah untuk bisa mendanai pembangunan infrastruktur transportasi dan berbagai pelayanan lainnya. Semua itu juga akibat sistem ekonomi kapitalis yang menyebabkan Pemerintah kehilangan banyak sumber dana bagi pembangunan dan pelayanan publik. Mengapa? Karena, kekayaan alam negeri ini telah melayang ke tangan-tangan swasta, baik domestik maupun asing. Semua itu akibat ditinggalkannya sistem ekonomi Islam yang telah ditentukan oleh Allah.
Buruknya pengelolaan negeri ini juga sangat dipengaruhi oleh sistem dan paradigma politik ala kapitalis yang dianut di negeri ini. Politik ini lebih banyak bekutat pada upaya mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan dan lebih mementingkan kepentingan sendiri, akibat ditinggalkannya sistem dan paradigma politik Islam yang tak lain untuk mengatur dan memelihara berbagai urusan dan kepentinagn rakyat secara menyeluruh.
Masih banyak musibah lain yang muaranya adalah karena kesalahan dalam memilih sistem di samping karena sikap dan tindakan buruk manusianya. Semua itu merupakan teguran dari Allah agar kita segera kembali ke jalan-Nya, kembali pada semua ketentuan-Nya. Allah SWT telah mengingatkan kita:
Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS ar-Rum [30]: 41).
Berbagai musibah itu barulah sebagian dari akibat sikap dan tindakan manusia yang merusak. Allah memperlihatkannya agar manusia kembali ke jalan yang benar, yaitu kembali pada ketentuan dan syariah-Nya. Belum cukupkah bencana dan musibah yang ada agar membuat kita sadar dan kembali ke jalan yang benar? Masihkah kita perlu bencana dan musibah yang lebih besar lagi agar kita segera mengambil dan menerapkan ketentuan dan syariah Allah?
Wahai Kaum Muslim:
Telah terbukti bahwa sistem yang buruk, yaitu sistem Kapitalisme-sekular, yang diterapkan di negeri ini, juga pemimpin yang tidak amanah dan lemahnya moralitas individu adalah pangkal berbagai musibah dan persoalan di negeri ini. Jika kita ingin keluar dari semua itu, saatnya kita memilih dan menerapkan sistem yang benar, yaitu sistem Islam. Kita juga harus memilih pemimpin yang amanah, yang tunduk pada sistem Islam itu. Allah telah mengingatkan kita:
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (Q.s. al-An’am [06]: 44)
Apakah berbagai musibah ini merupakan adzab dari Allah, setelah semua kenikmatan yang diberikan kepada negeri dan penduduknya ini begitu melimpah, namun ternyata tetap tidak membuat penduduk negeri ini mengingat-Nya? Ataukah hanya teguran agar kita segera sadar dan kembali ke jalan-Nya? Atau ujian agar keimanan kita kepada-Nya dan seluruh syariah-Nya semakin meningkat? Wallâh a‘lam bi ash-shawâb.